Rabu, 05 Juni 2013

Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning)

PENDAHULUAN

Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.

Gambar : Pembelajaran Model CTL
CTL merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Pembelajaran kontekstual dengan pendekatan konstruktivisme dipandang sebagai salah satu strategi yang memenuhi prinsip-prinsip pembelajaran berbasis kompetensi.

Dengan lima strategi pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning), yaitu relating, experiencing, applying, cooperating, dan transfering diharapkan peserta didik mampu mencapai kompetensi secara maksimal. Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi.

Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah  
"konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidu-pan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelaaran efektif, yakni: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiri), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment)".


LANGKAH-LANGKAH CTL


CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkah-langkah yang harus ditempuh dalam CTL adalah sebagai berikut:
  1. Kembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
  2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
  3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
  4. Ciptakan masyarakat belajar.
  5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
  6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
  7. Lakukan penilaian yang sebenarnya (authentic assessment) dengan berbagai cara.

Karakteristik Pembelajaran CTL
  1. Kerjasama.
  2. Saling menunjang.
  3. Menyenangkan, tidak membosankan.
  4. Belajar dengan bergairah.
  5. Pembelajaran terintegrasi.
  6. Menggunakan berbagai sumber.
  7. Siswa aktif.
  8. Sharing dengan teman.
  9. Siswa kritis guru kreatif.
  10. Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain.
  11. Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain.

Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, lang-kah-langkah pembelajaran, dan authentic assessment-nya.

Gambar: Pembelajaran Model CTL (Contextual Teaching and Learning)

Dalam konteks tersebut, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya. Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.

Beberapa komponen utama dalam pembelajaran Kontekstual menurut Johnson (2000: 65), yang dapat di uraikan sebagai berikut:


1. Melakukan hubungan yang bermakna (Making Meaningful Connections)  
Keterkaitan yang mengarah pada makna adalah jantung dari pembelajaran dan pengajaran kontekstual. Ketika siswa dapat mengkaitkan isi dari mata pelajaran akademik, ilmu pengetahuan alam. Atau sejarah dengan pengalamannya mereka sendiri, mereka menemukan makna, dan makna memberi mereka alasan untuk belajar. Mengkaitkan pembelajaran dengan kehidupan seseorang membuat proses belajar menjadi hidup dan keterkaitan inilah inti dari CTL.


2. Melakukan kegiatan-kegiatan yang berarti (Doing Significant Works)
Model pembelajaran ini menekankan bahwa semua proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas harus punya arti bagi siswa sehingga mereka dapat mengkaitkan materi pelajaran dengan kehidupan siswa.


3. Belajar yang diatur sendiri (Self-Regulated Learning)
Pembelajaran yang diatur sendiri, merupakan pembelajaran yang aktif, mandiri, melibatkan kegiatan menghubungkan masalah ilmu dengan kehidupan sehari-hari dengan cara-cara yang berarti bagi siswa. Pembelajaran yang diatur siswa sendiri, memberi kebebasan kepada siswa menggunakan gaya belajarnya sendiri.


4. Bekerjasama (collaborating) Siswa dapat bekerja sama.

Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi.


5. Berpikir kritis dan kreatif (Critical dan Creative Thinking)

Pembelajaran kontekstual membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir tahap tinggi, nerpikir kritis dan berpikir kreatif. Berpikir kritis adalah suatu kecakapan nalar secara teratur, kecakapan sistematis dalam menilai, memecahkan masalah menarik keputusan, memberi keyakinan, menganalisis asumsi dan pencarian ilmiah. Berpikir kreatif adalah suatu kegiatan mental untuk meningkatkan kemurnian, ketajaman pemahaman dalam mengembangkan sesuatu.


6. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (Nuturing The Individual)Dalam pembelajaran kontekstual siswa bukan hanya mengembangkan kemampuan-kemampuan intelektual dan keterampilan, tetapi juga aspek-aspek kepribadian: integritas pribadi, sikap, minat, tanggung jawab, disiplin, motif berprestasi, dsb. Guru dalam pembelajaran kontekstual juga berperan sebagai konselor, dan mentor. Tugas dan kegiatan yang akan dilakukan siswa harus sesuai dengan minat, kebutuhan dan kemampuannya.


7. Mencapai standar yang tinggi (Reaching High Standards)Pembelajaran kontekstual diarahkan agar siswa berkembang secara optimal, mencapai keunggulan (excellent). Tiap siswa bisa mencapai keunggulan, asalkan sia dibantu oleh gurunya dalam menemukan potensi dan kekuatannya.


8. Menggunakan Penilaian yang otentik (Using Authentic Assessment)
Penilaian autentik menantang para siswa untuk menerapkan informasi dan keterampilan akademik baru dalam situasi nyata untuk tujuan tertentu. Penilaian autentik merupakan antitesis dari ujian stanar, penilaian autentik memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan kemampuan terbaik mereka sambil mempertunjukkan apa yang sudah mereka pelajari.

Sumber :
  1. Pustaka Depdiknas. Direktorat Pembinaan SMA. 2009. Pengembangan Pembelajaran Yang Efektif. Bahan Bimbingan Teknis KTSP. Jakarta. Ibrahim R, Syaodih S Nana. 2003.
  2. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
  3. Sudjana, Nana. 1989. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Semoga bermanfaat..

7 komentar:

  1. Silahkan mempraktekkan model pembelajaran ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya sudah mepraktekkannya, kalau anda sendiri.?
      secara langsung maupun tidak jenis pembelajaran tersebut sudah diterapkan dalam proses pembelajran. (exp. Kerja kelompok, dan diskusi).

      Hapus
    2. Maaf yah sbelumnya untuk Mbak Nanang..
      Sya ingin mencoba mengemukakan gagasan sya terkait model/strategi pembelajaran CTL yang sya pahami.
      Yah, meskipun Mbak sudah menerapkan model/strategi ini ke proses pembelajaran (exp. Kerja kelompok dan diskusi), tapi menurut sya, ini belum memenuhi tujuan sepenuhnya dari model/strategi pembelajaran CTL yg sesungguhnya. Kemudian, apakah hanya dengan mengarahkan siswa/peserta didik ke kegiatan diskusi dan kerja kelompok, itu sudah bisa dikatakan sebagai model/strategi pembelajaran CTL ?? Maka jawabannya masih belum.
      Terima Kasih.

      Hapus
    3. Dear Mas Abdul Rahim Karim

      Memang benar mas, bahwa model/strategi ini ke proses pembelajaran (exp. Kerja kelompok dan diskusi) belum dapat dikatakan sebagai model pembelajaran CTL yang sesungguhnya.

      Pada intinya, gurulah yang harus pandai-pandai memotivasi, mengarahkan, dan memfasilitasi siswa. Jaman sudah berubah, cara belajar jaman dulu dengan jaman sekarang tidak sama. Diharapkan siswalah yang aktif mencari sumber-sumber informasi untuk dipelajari.

      Bagi sekolah negeri yang siswanya berasal dari siswa pilihan, mungkin masalah yang timbul tidak sebesar sekolah swasta. Yang saya mahsudkan masalah adalah motivasi siswa, “mengapa saya sekolah”. Disinilah peran guru sangat menentukan keberhasilan siswa.

      Yang saya temui sekarang adalah banyak guru yang pandai/kompeten dalam ilmu murninya, sedangkan ilmu pedagogiknya pas-pasan. Sehingga yang dihasilkan adalah “robot” yang bernafas. Dia pandai tapi kering batinnya.
      Semoga di hari mendatang, kualitas guru kita akan semakin membaik, sehingga dapat menghasilkan generasi yang berkualitas, beradab, dan menyadari harga diri sebagai bangsa Indonesia.

      selain itu juga penerapannya perlu dukungan dan kualitas dari berbagai elemen pendidikan seperi kualitas guru, waktu yang lebih banyak karena bersifat konstruktifistik, fasilitas pembelajaran yang mendukung, dana yang cukup, dll. bagaimana itu diterapkan dalam kondisi pendidikan Indonesia yang penuh warna seperti kesadaran masyarakat yg kurang, orientasi behavioristik dlm sistem pendidikan kita, segmen masyarakat kurang mampu.

      Hapus
    4. Dan perlu digaris bawahi bahwa pada dasarnyanya pembelajaran karakteristik itu memiliki karakteristik, sebagai berikut:
      1. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections).
      Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja secara sendiri atau bekerja dalam kelompok dan orang yang belajar sambil berbuat (learning by doing).
      2. Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work).
      Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masyarakat.
      3. Belajar yang diatur sendiri (self-regulated learning).
      Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan: ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada produknya/hasilnya yang sifatnya nyata.
      4. Bekerja sama (collaborating).
      Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaimana saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi.
      5. Berpikir kritis dan kreatif (critical and creatif thinking).
      Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif: dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika dan bukti-bukti.
      6. Mengasuh dan memelihara pribadi siswa (nurturing the individual).
      Siswa memelihara pribadinya: mengetahui, memberi perhatian, memiliki harapan-harapan yang tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat berhasil tanpa dukungan orang dewasa. Siswa menghormati temannya dan juga orang dewasa.
      7. Mencapai standar yang tinggi (riching hight standards).
      Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi: mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya. Guru memperlihatkan kepada siswa cara mencapai apa yang disebut “excellence”.
      8. Menggunakan penilaian autentik (using authentic assessment).
      Siswa mengggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna. Misalnya siswa boleh menggambarkan informasi akademis yang telah mereka pelajari dalam pelajaran sains, kesehatan, pendidikan, matematika, dan pelajaran bahasa Inggris dengan mendesain sebuah mobil, merencanakan menu sekolah, atau membuat penyajian perihal emosi manusia.
      Secara operasional, terdapat tujuh komponen utama penerapan CTL di kelas. Ketujuh komponen utama itu adalah konstruktivisme (contructivisme), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment) (Nurhadi, dkk, 2003: 31). Oleh kerena itu, sebuah kelas dapat dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika telah menerapkan tujuh komponen tersebut dalam kegiatan pembelajarannya.

      Mungkin ini pemahaman dari saya, dengan ilmu yang masih sedikit, mungkin mas abdul dapat menambahi dari komentar saya ini, dan semoga orang yang membaca komentar ini akan bertambah ilmu dan pengetahuannya tentang Model pembelajaran CTL ini.

      Regard's

      Hapus
  2. Bagaimana penerapan CTL dalam pembelajaran listening bahasa Inggris?

    BalasHapus
  3. NEW PROMO S1288POKER PROMO CASHBACK DEPOSIT 10% S1288POKER KHUSU BULAN JANUARI 2019
    YUK GABUNG UNTUK INFO LEBIH LANJUT SILAKAN HUBUNGI KONTAK DI BAWHA INI

    PIN BBM : 7AC8D76B
    WA : 08122221680

    BalasHapus